Header Ads

ads header

Breaking News

Bersyukur Kepada Allah | Al Quran Hadits XI

 

BERSYUKUR KEPADA ALLAH SWT

Materi Pokok Pembelajaran

1.      QS. Az- Zukhruf [43] ayat 9 – 13

 

a. Terjemah Ayat

9.Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka akan menjawab: "Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui".

10.Yang menjadikan bumi untuk kamu sebagai tempat menetap dan Dia membuat jalan-jalan di atas bumi untuk kamu supaya kamu mendapat petunjuk.

11.Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).

12. Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi.

13.Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat ni'mat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: "Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. (QS. Az- Zukhruf [43] ayat 9 – 13)

 

b. Penjelasan Ayat

Semua sumber daya alam yang ada merupakan rizki dan nikmat dari Allah yang tak terhitung nilainya dan dikaruniakan Allah kepada manusia, oleh karena itu manusia seharusnya  pandai-pandai mensyukurinya dan salah satu bentuk mensyukuri nikmat Allah adalah dengan beribadah kepadaNya, memelihara Alam dan tidak merusaknya.

Pada ayat sembilanAllah menerangkan kepada nabi bahwa jika orang-orang musyrik ditanya, siapakah yang menjadikan langit dan bumi? Mereka pasti akan menjawab: “Allah lah yang menciptakan langit dan bumi, mereka sebenarnya mengakui Allah, tetapi karena sombong, hasud dan dengki mereka tetap musyrik kepada Allah.

Kalau pada ayat sembilan Allah menyebut secara umum penciptaanNya yaitu langit dan bumi, kini pada ayat sepuluh Allah merinci sebagaian dari kehebatan ciptaan-Nya itu sambil mengarahkan pembicaraan secara langsung kepada manusia, khususnya mereka yang mengkari-Nya. Firman Allah : Dia lah yang menciptakan  bumi itu dan  menjadikan untuk kamu, bumi sebagai tempat yang mantap dan nyaman, tidak goyang atau oleng, agar kamu dapat tinggal menetap, dengan aneka kemudahan yang dapat mengantar kepada kenyamanan hidup kamu, dan  Dia menjadikan untuk kamu yakni membuat dan menganugerahkan kamu potensi untuk membuat jalan-jalan  di bumi ini supaya kamu mengetahui arah dan  mendapat petunjuk menuju arah yang kamu kehendaki, baik untuk kepentingan hidup, ekonomi, dan perdagangan. Sejalan dengan ayat ini Allah berfirman dalam Surah an-Naba' ayat 6 dan al Anbiya' ayat 31 sebagai berikut :

                                        

Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? (QS. An – Naba' / 78 : 6)

Kata(مهدا) mahd atau ( مهاد) mihad pada mulanyaberarti sesuatu yang dihamparkan. Penghamparan bumi tidaklah bertentangan dengan sifatnya yang bulat lonjong. Apalagi di sini yang ingin ditekankan bukan tentang penciptaannya, tetapi manfaat yang dapat ditarik darinya. Di sisi lain, ke manapun kaki melangkah, atau mata memandang, seseorang akan mendapati bumi ini datar atau mudah untuk dilalui.

Dengan  demikian apa yang tersurat ayat di atas  dapat  digunakan sebagai bukti  tentang keesaan dan kekuasaan Allah dalam melimpahkan nikmat kepada manusia.

Pada ayat 11 Allah SWT. Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui itu yang menurunkan secara berangsur dan sedikit demi sedikit air hujan dari langit menurun kadar yang diperlukan untuk minuman kamu dan binatang serta pengairan tumbuh-tumbuhan, lalu Kami hidupkan dengannya yakni dengan air itu negeri yakni daerah tandus yang mati yang sebelumnya tidak ditumbuhi pepohonan, seperti itulah Allah kuasa menghidupkan sesuatu yang mati dan mengeluarkan kamu dari dalam kubur dengan amat mudah.

Air hujan terjadi karena tidak samanya tekanan udara di permukaan bumi akibat adanya gunung-gunung. Hal ini menyebabkan aliran udara berupa tiupan angin membawa kabut gas (awan) ke tempat-tempat yang tekanan udaranya lebih rendah. Kumpulan awan akan terus memadat dan suatu saat mengalami kondensasi (pengembunan) dan akhirnya jika mencapai titik jenuh maka menjadi apa yang disebut dengan hujan. Turunnya hujan ke permukaan bumi berlangsung jutaan tahun dan terbentuklah sungai-sungai, danau-danau dan lautan yang merupakan reservoir air. Disamping unsurr-unsur gas yang mencair menjadi air hujan, terkikis atau terlarut pula garam-garam dan mineral bersama air hujan, dan akhirnya terkumpul di lautan. Gas yang terlarut dalam air di laut antara lain CH4, NH3, CO2 HCN serta ditambah dengan garam-garam tanah dan mineral yang konsentrasinya makin meningkat dalam air laut.

Air laut yang mengandung bahan-bahan kimia dalam konsentrasi tinggi itu terjadi reaksi-reaksi kimia membentuk berbagai senyawa antara lain, karbonat, asam amino, asam lemak, gliserin, basa nitrogen (purin dan pirimidin) adenosine posfat polisakaraida, lemak dan asam nukleat. Air yang mengandung senyawa tersebut ternyata dibutuhkan oleh tumbuhan. Pembentukan senyawa-senyawa tersebut berlangsung sesuai dengan hukum alam atau sunnatullah.

Pada Ayat 12  dan 13 masih merupakan lanjutan dari bukti-bukti kekuasaan Allah. Pada ayat tersebut diuraikan penciptaan segala macam pasangan. Ayat ini seolah-olah menyatakan: Dan Dia juga yang menciptakan makhluk semuanya berpasang - pasangan. Tidak ada ciptaan-Nya yang tidak berpasang-pasangan. Itu karena semua menjadi adanya kekurangan dan hanya dapat mencapai kesempurnaannya jika menemukan pasangannya. Hanya Allah sang Pencipta itu Yang Maha Esa tanpa pasangan. Dan Dia yang menjadikan yakni menundukkan untuk kamu semua kapal di lautan dan semua binatang ternak yang kamu kendarai dan nikmati di daratan. Itu dilakukan-Nya supaya kamu selalu dapat mengendarai dan duduk di atas punggung-punggungny dengan tenang dan mantap, lalu kamu mengingat dengan pikiran sehat dan hati nurani kamu atas nikmat Tuhan, Dzat yang menundukan kendaraan itu dan Pemelihara kamu, apabila kamu telah mantap berada diatasnya; dan supaya kamu mengucapkan dengan lidah kamu – sehingga bergabung hati, pikiran dan lidah memuji  kepada-Nya, sebagai pengakuan atas kelemahan kamu mengendalikan dan menguasainya, dengan menyatakan: Maha Suci Tuhan Pemelihara kami yang telah menundukkan bagi kami semua ini, padahal kami sebelumnya yakni sebelum Allah menganugerahkan potensi kepada kami untuk menundukkannya bukanlah orang-orang mampu menguasai-Nya, dan sesungguhnya kami kepada Tuhan kami Yang Maha Esa saja – tidak kepada selain-Nya – kami adalah orang-orang yang sudah pasti akan kembali kepada Allah sang Pencipta. Dan setelah  kematian kami semua akan dibangkitkan dan  mempertanggungjawabkan semua amal kami.

Yang dimaksud dengan berpasangan bukan saja jenis kelamin makhluk hidup, tetapi dapat mencakup benda-benda tak bernyawa. Dari segi bahasa kata (أزواج) azwajadalah bentuk jamak dari kata (زوج) zaujyakni pasangan. Kata ini – menurut pakar bahasa Al-Qur’an, ar-Raghib al-Ashfahani – digunakan untuk masing-masing dari dua hal yang berdampingan atau bersamaan, baik jantan maupun betina, binatang (termasuk binatang berakal yakni manusia) dan juga digunakan menunjuk kedua yang berpasangan itu. Dia juga digunakan menunjuk hal yang sama bagi selain binatang seperti alas kaki. Selanjutnya ar-Raghib menegaskan bahwa keberpasangan tersebut bisa akibat kesamaan dan bisa juga karena bertolak belakang. Itu dari segi bahasa. Ayat-yat Al-Qur’an pun menggunakan kata tersebut dalam pengertian umum, bukan hanya untuk makhluk hidup. Allah berfirman:

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat (kebesaran Allah)” (QS. Adz-Dzariyat (51): 49).

Dari sini ada malam ada siang, ada senang ada susah, ada atas ada bawah dan demikian seterusnya. Semua – selama dia makhluk – memiliki pasangan. Hanya sang Khalik, Allah swt. yang tidak ada pasangan-Nya, tidak ada pula sama-Nya. Dari segi ilmiah terbukti bahwa listrik pun berpasangan, ada arus positif dan ada juga arus negatif. Demikian juga atom, yang tadinya diduga merupakan wujud yang terkecil dan tidak dapat terbagi, ternyata ia pun berpasangan, yakni terdiri dari electron dan proton.

Yang dimaksud dengan menyebut-nyebut atau mengingat nikmat Tuhanmu apabila kamu yang menumpang telah meminta berada dia atasnya, baik kapal atau binatang itu adalah nikmat-nikmat-Nya yang mengantar mereka melalui kendaraan itu mencapai arah yang dituju, atau mengangkut barang-barang mereka dan lain-lain sebagainya. Penyebut nikmat-nikmat itu, mengundang ucapan al-Hamdulillah dan penggunanya sesuai petunjuk Allah. Karena itu saat mengendarai, ayat di atas mengajarkan ucapan penyucian Allah dari segala kekurangan yakni dengan bertasbih

Demikian ayat di atas mengajarkan penggabungan antara tasbih dan tahmid.

Kata (سخر) sakhkhara berarti menundukkan. Penundukkan binatang terlaksana dengan penciptaannya dalam kondisi yang menjadikannya dapat dijinakkan dan dilatih serta memahami maksud manusia ketika menggunakannya. Sedang penundukan laut, antara lain dengan menciptakan hukum-hukum alam yang berkaitan dengan laut, dan sungai, angin serta pengilhaman manusia untuk memilih bahan-bahan dan cara-cara pembuatan kapal.

Ucapan yang diajarkan ayat di atas merupakan salah satu bukti betapa Islam mengajarkan perlunya menyadari kedudukan manusia sebagai khalifah di bumi. Seorang khalifah dituntut mengelola bumi dengan segala isinya dengan memperlakukannya sebagai “sahabat”, bukan penakluk. Manusia – seperti pengakuan yang diajarkan ayat di atas – pada hakikatnya tidak memiliki kemampuan untuk menundukkan bumi dan segala isinya. Yang menundukkan adalah Allah swt. untuk kepentingan manusia. Dari sini, manusia harus menyadari kelemahannya, dan menyadari pula bahwa kalau bukan karena penundukkan Allah Tuhan yang maha perkasa itu, manusia tidak akan mampu mengendalikan binatang yang ditungganginya. Dengan demikian, ide penaklukan manusia terhadap alam tidak dikenal dengan ajaran Islam. Ia hanya dikenal oleh mitos Yunani kuno yang beranggapan bahwa alam merupakan dewa-dewa yang sering kali menghalangi manusia meraih manfaat, atau berusaha menimpakan bencana kepada mereka. Dan karena itu alam adalah musuh yang harus ditaklukkan. Pandangan tersebut secara sadar atau tidak, dianut oleh sementara pemikir di Barat, bahkan tersurat dalam Perjanjian Lama.

Dengan ditunjukkannya ciptaan Allah yang disebutkan dalam ayat-ayat tersebut di atas, hendaknya manusia mensyukuri nikmat Allah yang tidak dapat dihitung banyaknya. Seandainya air laut dijadikan tinta untuk menulis nikmat Allah  sampai laut itu kering, nikmat Allah belum tertulis semuanya.

 

2.      QS. al-’Ankabuut [29]: 17

 

a. Terjemah Ayat

Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah hanyalah berhala-berhala, dan kamu membuat kebohongan. Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu; maka mintalah rezeki dari Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya kamu akan dikembalikan.(QS. al-’Ankabuut [29]: 17)

 

b. Penjelasan Ayat

Allah telah menegaskan bahwa sesembahan selain Allah itu sudah jelas merupakan hasil ciptaan tangan manusia itu sendiri, tetapi meraka berdusta dengan menganggapnya itulah tuhan yang sebenarnya. Lebih dari itu ciptaan mereka yang berbentuk patung dan berhala itu menurut kepercayaan mereka sanggup memberi manfaat (keuntungan) kepda mereka. Kemudian Ibrahim as mencela dan mengecam mereka bahwa patung-patung itu sedikitpun tidak sanggup memberi rizki kepada mereka. Sebab rizki itu adalah wewenang mutlak yang hanya dimiliki oleh Allah saja. Oleh karena itu dianjurkan kepada mereka supaya memohon rizki dan mata pencaharian  (penghasilan) itu hanya kepada Allah saja dan mensyukuri-nya jika yang diminta itu telah diperkenankan-Nya.  Allah sajalah yang mendatangkan rizki bagi manusia serta memberi nikmat para hamba-Nya. Sesudah itu kepada-Nyalah manusia akan dikembalikan, di mana manusia dianjurkan untuk mencari keridaan-Nya dengan jalan mendekatkan diri kepada-Nya. Ayat ini ditutup dengan lafal "Kepada-Nyalah kamu dikembalikan" artinya bersiap-siaplah kamu menemui tuhan itu dengan beribadah dan bersyukur. Firman Allah QS. An Nahl : 114

 “Maka makanlah dari apa yang Allah telah berikan kepadamu makanan yang halal lagi baik, dan bersyukurlah kamu akan nikmat Allah, jika kamu benar-benar beribadah hanya kepada-Nya.” (QS. An Nahl / 16 : 114).

Berdasarkan ayat tersebut di atas bahwa bersyukur itu adalah dengan cara memakan makanan yang halal dan baik yang tidak berlebihan sesuai ketentuan yang ditentukan Allah SWT.

 

2)      Hadis

Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidak dianggap bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur kepada manusia." (HR. Abu Dawud)

 “Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Saw bersabda: "Pandanglah orang yang berada dibawah kalian, jangan memandang yang ada di atas kalian, itu lebih laik membuat kalian tidak mengkufuri nikmat Allah." (HR. Muslim)

Dalam hadis ini, Rasulaullah memperingatkan , bahwa manusia harus bersikap syukur terhadap nikmat Allah yang dianugerahkan kepadanya. Dan resep yang dijelaskan Rasulallah adalah manusia agar memandang ke bawah atau lebih rendah dalam hal keduniaan seperti, kedudukan, pangkat, dan harta kekayaan karena hal tersebut akan mendorong manusia untuk lebih bersyukur. Dan Manusia harus sadar bahwa, kedudukan atau pangkat serta harta kekayaan yang lebih tinggi yang dimiliki orang lain itu merupakan ujian, sehingga manusia lebih selamat memandang ke bawah dalam hal tersebut. sehingga terhindar dari sikap mengandai-andai yang menimbulkan manusia akan jauh dari syukur nikmat.

Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa orang yang berterimakasih atas pemberian orang lain karena Allah, maka pada hakekatnya orang tersebut telah bersyukur kepada Allah SWT. sebagaimana hadis yang berbunyi :

Sesungguhnya manusia yang paling banyak bersyukur kepada Allah yang maha suci lagi maha tinggi, mereka yang lebih banyak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia (HR. Ahmad).

Kita perlu melihat ke atas dalam upaya memberi motivasi (dorongan) diri berusaha, sepanjang dalam batas yang dibenarkan syari'at Islam. Larangan melihat orang yang kedudukannya yang lebih tinggi semata-mata untuk mencegah timbulnya rasa iri hati dan sifat-sifat tidak terpuji lainnya yang akhirnya tidak mensyukuri nikmat Allah. Dalam hadis tersebut kita juga dianjurkan bersikap qanaah yaitu menerima apa adanya atas pemberian Allah atau merasa puas dan rela atas bagiannya setelah berusaha. Orang yang mempunyai sifat qanaah tentunya tidak akan mempunyai sikap tamak terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain.

Di dalam sifat qanaah mengandung sifat positif di antaranya adalah menerima apa yang terjadi, realistik (nyata), dinamis atau bersemangat, tenang, stabil jiwanya, optimis, dermawan, tawakkal, dan selalu bersyukur atas nikmat Allah. Adapun sikap ambisius yang berlebihan akan menanamkan sifat-sifat negative, antara lain selalu berangan-angan, tamak, pemburu duniawi semata tanpa perhitungan, pemborosan, dan ingkar atau kufur nikmat.

Hadis di atas juga memberikan tuntunan kepada kita untuk mengambil langkah pencegahan yang disampaikan oleh Rasulullah saw. agar ummatnya tidak menjadi rakus, tamak, dan diperbudak duniawi sehingga jiwanya terbelenggu oleh duniawi, akibatnya tidak mau berbuat baik terhadap sesama serta lupa akan pemberian dari Allah SWT. Padahal apapun yang telah diterima oleh manusia di dunia kelak akan dimintai pertanggunganjawab atas pemberian tersebut. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis nabi Muhammad saw. sebagai berikut :

Dari Abu Hurairah ra ia berkata : Rasulullah saw bersabda kepada Abu Bakar dan Umar : “Demi Dzat yang jiwaku yang ada di tangan (kekuasaan)-Nya niscaya akan ditanya tentang nikmat ini pada hari kiamat. Kamu dikeluarkan dari rumah-rumahmu dalam keadaan lapar, kemudian kamu tidak akan kembali sehingga kamu mendapatkan kenikmatan ini.” (HR. Muslim).

 

Kemudian agar kita mampu menjadi orang yang pandai bersyukur dan kelak bisa mempertangungjawabkan pada hari kiamat terhadap apa yang telah diberikan kepada kita, Allah Swt. memberikan tuntunan agar kita banyak berdzikir dan berdoa.


Tidak ada komentar