Berkata Jujur dan Jangan Bohong
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ
أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ
وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ
وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Ibadallah, Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Khotib mewasiatkan kepada diri khotib pribadi dan
jamaah sekalian agar senantiasa bertakwa kepada Allah Ta’ala dalam segala
keadaan. Dengan ketakwaan itulah seseorang akan mendapatkan rahmat dari Allah
dalam kehidupan dunia dan di akhirat kelak.
Ibadallah, Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Di antara akhlak mulia yang sangat dibutuhkan di zaman
ini adalah jujur dan tidak berbohong. Akhlak mulia yang sekarang ini kita
jumpai hanya terdapat pada sedikit orang saja. Akhlak mulia yang dituntunkan
oleh Islam.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ
بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ
يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى
الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ،
فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ
إِلَى النَّارِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى
يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhuma, ia
berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah kalian
selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan
mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan
tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.
Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada
kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang
senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allah sebagai
pendusta (pembohong).’” (HR. al-Bukhari, Muslim, dan selain keduanya).
Ibadallah, Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ
إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ
“Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena
kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke
Surga.”
Dalam hadits ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan umatnya berlaku jujur dalam perkataan, perbuatan, ibadah dan
dalam semua perkara. Jujur itu berarti selaras antara lahir dan batin, ucapan
dan perbuatan, serta antara berita dan fakta.
Maksudnya, hendaklah kalian terus berlaku jujur.
Karena jika engkau senantiasa jujur, maka itu akan membawamu kepada al-birr
(yakni melakukan segala kebaikan), dan kebaikan itu akan membawamu ke Surga
yang merupakan puncak keinginan, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :
إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ
Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar
berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan.” [Al-Infithar/82:13]
Allah Azza wa Jalla berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada
Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. [At-Taubah/9:119]
Allah Azza wa Jalla meminta para hamba-Nya yang
beriman agar jujur dan berpegang teguh dengan kebenaran. Tujuannya agar mereka
istiqamah di jalan kebenaran (orang-orang yang jujur).
Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Jujur merupakan sifat terpuji yang dituntut
keberadaannya dari kaum Mukmin, baik laki-laki maupun perempuan. Allah Azza wa
Jalla berfirman:
وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ
“…Laki-laki dan perempuan yang benar (jujur)…”
[Al-Ahzab/33:35]
فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ
“…Tetapi jikalau mereka benar (imannya) tehadap Allah,
niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka. [Muhammad/47: 21]
Allah Azza wa Jalla memberitahukan nilai kejujuran
bahwa kejujuran itu merupakan kebaikan sekaligus penyelamat. Sifat itulah yang
menentukan nilai amal perbuatan, karena kejujuran merupakan ruhnya. Seandainya
orang-orang itu benar-benar ikhlas dalam beriman dan berbuat taat, niscaya
kejujuran adalah yang terbaik bagi mereka.
Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah (wafat th.
751 H) menerangkan sifat as-shidq (kejujuran), dengan perkataanya, “Yaitu maqam
(kedudukan) kaum yang paling agung. Yang darinya bersumber kedudukan-kedudukan
para salikin (orang-orang yang berjalan menuju kepada Allah), sekaligus sebagai
jalan terlurus. Barangsiapa tidak berjalan di atasnya, maka mereka itulah
orang-orang yang akan binasa. Dengannya pula dapat dibedakan antara orang-orang
munafik dengan orang-orang yang beriman, para penghuni Surga dan para penghuni
Neraka. Kejujuran ibarat pedang Allah di muka bumi, tidak ada sesuatu pun yang
diletakkan di atasnya melainkan akan terpotong olehnya. Dan tidaklah kejujuran
menghadapi kebathilan melainkan ia akan melawan dan mengalahkannya serta
tidaklah ia menyerang lawannya melainkan ia akan menang. Barangsiapa
menyuarakannya, niscaya kalimatnya akan terdengar keras mengalahkan suara
musuh-musuhnya. Kejujuran merupakan ruh amal, penjernih keadaan, penghilang
rasa takut, dan pintu masuk bagi orang-orang yang akan menghadap Rabb Yang Maha
mulia. Kejujuran merupakan pondasi bangunan agama (Islam) dan tiang penyangga
keyakinan. Tingkatannya berada tepat di bawah derajat kenabian yang merupakan
derajat paling tinggi di alam semesta, dari tempat tinggal para Nabi di Surga
mengalir mata air dan sungai-sungai menuju ke tempat tinggal orang-orang yang
benar dan jujur. Sebagaimana dari hati para Nabi ke hati-hati mereka di dunia
ini terdapat penghubung dan penolong.”
Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Kemudian beliau melanjutkan, “Allah Azza wa Jalla
telah membagi manusia ke dalam dua bagian: orang yang jujur dan munafik. Allah
Azza wa Jalla berfirman :
لِيَجْزِيَ اللَّهُ الصَّادِقِينَ بِصِدْقِهِمْ
وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ إِنْ شَاءَ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ
كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
Agar Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang
benar itu karena kebenarannya, dan mengadzab orang munafik jika Dia kehendaki,
atau menerima taubat mereka. Sungguh, Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”
[Al-Ahzab/33:24]
Iman merupakan pondasi kejujuran, dan kemunafikan
merupakan pondasi kedustaan. Iman dan dusta tidak akan berkumpul. Karena salah
satu dari keduanya pasti saling memerangi yang lainnya. Allah Azza wa Jalla
telah mengabarkan bahwa tidak ada yang dapat memberi manfaat dan menyelamatkan
seorang hamba dari adzab hari kiamat selain kejujurannya. Allah Azza wa Jalla
berfirman :
قَالَ اللَّهُ هَٰذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ
صِدْقُهُمْ ۚ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ
فِيهَا أَبَدًا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ
Inilah saat orang yang benar memperoleh manfaat dari
kebenarannya. Mereka memperoleh surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha kepada kepada mereka dan
mereka pun ridha kepada-Nya. Itulah kemenangan yang agung [Al-Maidah/5:119]
Dan firman-Nya :
وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ ۙ
أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan orang
yang membenarkannya, mereka itulah orang yang bertakwa.” [Az-Zumar/39:33]
Yang dimaksud orang yang membawa kebenaran adalah
orang yang selalu jujur di setiap perkataan, perbuatan, dan keadaannya.
Jujur dalam perkataan adalah lurusnya lisan ketika berbicara
seperti lurusnya tangkai dengan batangnya. Jujur dalam perbuatan adalah
lurusnya perbuatan di atas perintah dan ittiba’ seperti lurusnya kepala dan
badan. Dan jujur dalam keadaan adalah lurusnya amalan hati dan anggota tubuh
dalam keikhlasan, selalu berusaha dan mencurahkan segala kemampuannya dalam
menggapai hal tersebut. Kalau sudah demikian, jadilah seorang hamba termasuk
orang-orang yang membawa kebenaran. Seorang akan mencapai tingkatan
shiddiqiyyah tergantung intensitas dia dalam menjalankan tiga perkara di atas.
Karenanya, Abu Bakar as-Shiddiq Radhiyallahu anhu menempati puncak
shiddiqiyyah, dan dijuluki as-shiddiq secara mutlak. Shiddiq lebih tinggi dari
shaduq (selalu jujur), dan shaduq lebih tinggi dari shadiq (yang jujur).
Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa
derajat kejujuran yang paling tinggi adalah as-shiddiqiyyah, yaitu ketundukan
yang sempurna kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keikhlasan
yang sempurna kepada Allah Azza wa Jalla.
Di antara tanda kejujuran itu adalah tenangnya hati,
sebaliknya di antara tanda kedustaan adalah kebimbangan hati, sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi secara marfu’ dari hadits al-Hasan bin Ali
Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
…إِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِيْنَة، وَالْكَذِبَ رِيْبَة…
“… Kejujuran itu ketentraman, dan dusta itu
keragu-raguan …” [HR. At-Tirmidzi, no. 2518]
Ketahuilah, bahwa kata “اَلصِّدْقُ” (jujur) bisa digunakan untuk beberapa makna :
Pertama: Jujur dalam perkataan. Setiap hamba harus menjaga
kata-katanya, tidak berbicara kecuali dengan jujur. Jujur ini adalah bentuk
kejujuran yang paling jelas dan paling dikenal. Seorang hamba hendaknya
menjauhi kata-kata bermakna ganda, karena ia saudara tiri dari dusta kecuali
dalam keadaan darurat dan dituntut demi kemaslahatan.
Kedua: Jujur dalam niat dan keinginan. Ini kembali kepada
ikhlas. Apabila amalnya tercampuri oleh sebagian ambisi jiwa (terhadap dunia),
maka kejujuran niatnya batal, bisa jadi dia dusta sebagaimana dalam hadits
tentang tiga orang, yaitu orang berilmu, qari’, dan mujahid, manakala qari’
berkata, “Aku membaca al-Qur’an karena-Mu.” Allah Azza wa Jalla menolaknya dan
mengatakan bahwa dia dusta dalam niat dan keinginannya bukan dalam bacaannya,
demikian juga kedua temannya yaitu orang yang berilmu dan mujahid.
Ketiga: Jujur dalam tekad dan jujur memenuhinya.
Untuk yang pertama, misalnya seseorang mengatakan,
“Bila Allah memberiku harta, maka aku akan menyedekahkannya seluruhnya.” Ini
adalah tekad yang bisa jadi jujur dan bisa tidak.
Untuk yang kedua seperti jujur dalam tekad. Jiwa mudah
berjanji, karena ia memang tidak sulit bila hakikat-hakikat terwujud, tekad
terbuka dan hawa nafsu menguasai, karena itu Allah Azza wa Jalla berfirman :
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا
اللَّهَ عَلَيْهِ
Diantara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang
menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah … [Al-Ahzab/33:23]
Keempat: Jujur dalam amal perbuatan, yaitu antara batin dan
lahirnya sama, sehingga amal-amal lahirnya misalnya khusyu’ tidak menunjukkan
sesuatu padahal batinnya berbeda.
Kelima: Jujur dalam kedudukan-kedudukan agama. Ini adalah
derajat tertinggi, seperti jujur dalam takut dan berharap, zuhud dan ridha,
cinta dan tawakkal (kepada Allah Azza wa Jalla). Karena perkara-perkara ini
memiliki dasar pijakan, memiliki tujuan-tujuan juga hakikat. Orang yang jujur
yang sebenarnya adalah orang yang meraih hakikatnya.
Jika seseorang berlaku jujur, dan membiasakan lisannya
untuk selalu jujur, maka itu akan membawanya kepada kebaikan. Dan kebaikan akan
mengantarkannya ke Surga.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ
وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ
الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua:
أَحْمَدُ رَبِّي وَأَشْكُرُهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَنَا
مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
Ibadallah, Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Kemudian sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى
الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا
Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap
memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur
Yaitu orang yang selalu berlaku jujur dalam perbuatan
dan perkataannya, membiasakannya dan bersungguh-sungguh untuk berlaku jujur,
maka Allah Azza wa Jalla akan mencatat bahwa dia orang jujur.
Orang-orang yang jujur itu memiliki kedudukan tinggi.
Dia berada setelah kedudukan para Nabi, sebagaimana Allah Azza wa Jalla
berfirman :
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ
الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ
وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا
Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad),
maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh
Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid
dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. [An-Nisa’/4:69]
Maka orang yang selalu berlaku jujur akan dicatat di
sisi Allah sebagai shiddiq (suka jujur). Dan telah diketahui, bahwa kejujuran
itu derajat yang tinggi yang tidak dapat dicapai kecuali oleh segelintir
manusia.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ
Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang dari
perbuatan dusta. Ini mencakup dusta dalam segala sesuatu, jadi tidak benar
orang yang mengatakan, “Berdusta itu jika tidak menimbulkan bahaya untuk orang
lain maka tidak mengapa.” Ini adalah perkataan yang bathil, karena tidak ada
nash yang menunjukkan perkataan tersebut. Tetapi yang ada adalah nash yang
mengharamkan perbuatan dusta secara mutlak.
Berdusta juga akan merusak pengetahuanmu dan orang
lain tentang sesuatu. Karena seorang pendusta itu menjadikan yang tidak ada
menjadi ada, yang ada menjadi tidak ada, yang benar menjadi bathil, yang bathil
menjadi benar, kebaikan jadi kejahatan, kejahatan jadi kebaikan.
Seorang yang berdusta itu telah berpaling dari
kebenaran yang ada, menjadi ketiadaan, dan berpengaruh kepada kebathilan. Jika
perbuatan-perbuatan itu telah merusaknya dan kebohongan telah mempengaruhinya,
maka hatinya menjadi hati yang dusta dari lisannya. Dia tidak bisa mengambil
manfaat dengan lisannya dan juga amalan-amalannya.
Karena itulah berdusta adalah pokoknya kejahatan,
sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ، وَإِنَّ
الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ
Sesungguhnya dusta membawa seseorang kepada kejahatan,
dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka
Yang pertama kali terpengaruh oleh perbuatan dusta
dalam jiwa adalah lisan, dan itu akan merusaknya. Kemudian berpengaruh kepada
anggota badan dan merusak amalan-amalannya sebagaimana dusta itu merusak lisan
dalam perkataan-perkataannya. Sehingga ia berdusta dalam perkataan, perbuatan,
dan keadaannya. Akibatnya, dia rusak, penyakitnya terus berlanjut sampai
binasa. Jika Allah Azza wa Jalla tidak memperbaikinya dengan obat kejujuran,
Dia akan mencabut kejujuran tersebut dari hatinya.
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjelaskan bahwa berdusta itu membawa kepada kejahatan. Yaitu, jika seseorang
berdusta dalam perkataannya, maka dia akan terus dalam keadaan seperti itu
sampai akhirnya berbuat jahat. Wal ‘iyadzu billah. Dan itu telah keluar dari
ketaatan, termasuk kedurhakaan dan maksiat. Berbuat jahat menyeret seseorang ke
Neraka, Allah Azza wa Jalla berfirman :
كَلَّا إِنَّ كِتَابَ الْفُجَّارِ لَفِي سِجِّينٍ ﴿٧﴾
وَمَا أَدْرَاكَ مَا سِجِّينٌ ﴿٨﴾ كِتَابٌ مَرْقُومٌ ﴿٩﴾ وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ
لِلْمُكَذِّبِينَ ﴿١٠﴾الَّذِينَ يُكَذِّبُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ
Sekali-kali jangan begitu! Sesungguhnya catatan orang
yang durhaka benar-benar tersimpan dalam Sijjin. Dan tahukah engkau apakah
Sijjin itu? (Yaitu) kitab yang berisi catatan (amal). Celakalah pada hari itu,
bagi orang-orang yang mendustakan! (yaitu) orang-orang yang mendustakannya
(hari pembalasan).” [Al-Muthaffifiin/83:7-11]
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى
الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا
Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih
kedustaan maka akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta
Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Kita berlindung kepada Allah dari termasuk orang-orang
yang suka berdusta. Karena berdusta itu jika seseorang terbiasa melakukannya,
maka dia akan berdusta dalam segala hal. Dan dia akan dicatat di sisi Allah
sebagai kadzdzab (orang yang banyak berdusta).
Karena inilah, asal amalan hati semuanya adalah dari
kejujuran, dan lawannya seperti riya’, ujub, sombong, berbangga diri, lemah,
malas, penakut, dan lainnya asalnya adalah dari perbuatan dusta.
Maka semua amalan shalih yang tampak maupun yang
tersembunyi asalnya dari kejujuran. Dan semua amalan jelek yang tampak maupun
yang tersembunyi asalnya dari perbuatan dusta.
Allah Azza wa Jalla akan menghukum orang yang suka
berdusta dengan menahan dan menghalanginya dari maslahat dan manfaat. Allah
Azza wa Jalla akan membalas orang yang jujur dengan memberinya taufiq dalam
melakukan amal shalih di dunia dan akhirat.
إِنَّ اللَّهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا
تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ
رَّحِيمٌ
اَللَّهُمَّ
افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا
نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ
وصلى الله على
نبينا محمد وعلى آله وصحبه و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
وَآخِرُ
دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Tidak ada komentar